Kenali hambatan bisnis bagi wirausaha pemula

Hambatan bisnis bagi pemula
Hambatan bisnis bagi pemula

Wirausaha pemula biasanya menemui beberapa hambatan bisnis dalam mengembangkan usahanya. Beberapa hambatan bisnis itu mulai dari urusan sumber daya manusia, pengembangan produk, perencanaan modal, hingga eksekusi. Berikut paparan delapan hambatan bisnis yang biasa dialami wirausaha pemula.

Inilah hambatan bisnis bagi wirausaha pemula.

1. Sumber Daya Manusia
Seorang wirausaha pasti membutuhkan tim kerja dan spesialisasi untuk mengembangkan perusahaannya. Untuk itu, seorang wirausaha harus terus berinvestasi pada Sumber Daya Manusia untuk membesarkan perusahaan.

2. Pengembangan produk
Banyak wirausaha pemula keliru dalam menentukan bisnis yang akan diterjuni. Kebanyakan kegagalan bisnis tersebut adalah membuat produk yang tidak dibutuhkan masyarakat. Disarankan kepada pengusaha pemula agar membuat produk “demand driven”, yaitu produk atau jasa yang dibutuhkan masyarakat. Pengembangan produk penting untuk kelangsungan hidup perusahaan.

3. Memetakan kompetisi
Setiap pengusaha pemula wajib melakukan riset analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) dan terus mengawasi para pesaing. Penyusunan rencana sangat penting apabila kompetisi terus terjadi.

4. Segmentasi pelanggan
Hambatan bisnis selanjutnya adalah segmentasi pelanggan. Seperti diketahui, pelanggan adalah raja. Untuk itu, seorang wirausaha harus menentukan siapa yang menjadi prioritas atas produk yang dijual. Penentuan segmentasi pelanggan ini untuk mengetahui karakteristik pelanggan.

5. Kebijakan harga
Penentuan kebijakan harga merupakan hal yang paling sulit ditentukan oleh seorang yang baru terjun dalam dunia bisnis. Seyogyanya harga yang telah ditentukan harus dapat berubah menyesuaikan situasi perekonomian. Atau berinovasi dengan menciptakan produk baru yang harganya terjangkau.

6. Siklus Penjualan
Seorang pengusaha pemula harus memperhatikan siklus penjualan produknya, apakah tahan lama atau tidak. Wirausaha juga harus memperhatikan lamanya suatu produk di pasaran dengan terus berinovasi mengeluarkan produk-produk baru.

7. Perencanaan modal
Seorang yang berjiwa Enterpreneurship selalu membuat perencanaan modal dan target. Dengan perencanaan modal yang akurat dan cermat, para pengusaha terus memutarkan modalnya untuk mengembangkan usaha. Yang terpenting bagi orang yang berjiwa wirausaha adalah sukses berkelanjutan. Bagi seorang wirausaha sejati, yang penting adalah usahanya bermanfaat bagi masyarakat. Dan perusahaannya bisa tumbuh kembang menjadi besar. Dan pastinya semua fungsi management berjalan dengan lancar.

8. Eksekusi
Eksekusi suatu produk merupakan hal yang sulit. Seorang wirausaha harus taat pada jadwal yang telah ditentukan. Selain itu, produk yang akan dieksekusi sudah terbukti dibutuhkan. Dan orang yang menjadi sasaran produk tersebut dapat menggunakannya.
Bill Gates setiap kali akan meluncurkan produk selalu berprinsip, bahwa produk tersebut harus dapat digunakan oleh neneknya. Kalau neneknya tidak bisa menggunakan alat tersebut, produk tersebut harus disempurnakan lagi sampai dapat digunakan.

Simak juga artikel Inilah tips memulai usaha dan kendalanya.

Sumber inspirasi : Viva News

Mengajari anak berbisnis dengan Role Model

Cara mengajari anak berbisnis
Cara mengajari anak berbisnis dengan Role Model

Cara mengajari anak berbisnis menggunakan metode Role Model. Suatu metode pengajaran bisnis yang dikemas dengan keteladanan untuk anak. Jiwa wirausaha perlu ditanamkan dalam diri anak sejak belia.
Wirausaha bukan sekadar soal berjualan atau bisnis sampingan. Karakter khusus wirausahawan lebih menyasar pada kepribadian yang selalu kreatif, ulet dan gigih, percaya pada diri sendiri, dan hidup mandiri.

Mengajari anak berbisnis dengan membangun karakter wirausaha.

Anak bisa melatih dirinya sendiri untuk mempelajari karakter entrepreneur ini melalui jalur pendidikan informal. Anak dengan diberi dukungan dari orangtua dan lingkungannya. Dengan begitu, anak akan tumbuh kembang menjadi pribadi yang mandiri dan berprestasi, dalam setiap sisi penting kehidupannya.

Sembilan wanita wirausahawan, para finalis Ernst & Young Entrepreneur Award, memiliki kepedulian terhadap anak tersebut. Para wanita yang sukses berbisnis ini meluncurkan program Group Social Responsibility, yaitu program pelatihan bisnis dan wirausaha selama enam bulan bagi anak-anak putus sekolah.

Lita Mucharom, koordinator dari Group Social Responsibility, menyatakan bahwa fokus utama program CSR ini memang ditujukan bagi anak putus sekolah, dengan rentang usia 17-25 tahun, wanita, serta mempunyai semangat dan motivasi tinggi untuk mengembangkan potensi diri menjadi wirausahawan.

“Jiwa wirausaha bisa diasah dengan mengubah mindset cara berpikir dan memberikan bimbingan motivasi kepada anak dan remaja. Anak memerlukan role model atau teladan orang tua. Anak juga perlu diberikan pengertian, bahwa menjadi individu yang berbeda itu baik. Identitas diri individu tidak harus seragam, tipikal dengan kebanyakan orang. Anak harus dilatih hidup mandiri dan diyakinkan bahwa mereka bisa menyokong ekonomi nasional,” jelas Lita kepada Kompas.com. Anak memerlukan role model atau keteladanan untuk melatih jiwa kewirausahaan pada dirinya. Role model dapat berasal dari orang dewasa yang sukses dalam berwirausaha.

Contoh orang tua mengajari anak berbisnis.

Jika Lita dan 8 pebisnis perempuan ingin berbagi pengalaman pada remaja perempuan, beda lagi dengan ceritera tentang sosok Natasya Asriati (12) dari Tangerang, Banten. Gadis belia yang akrab disapa dengan Acha ini, secara alami, melatih karakter kewirausahaan sejak duduk di bangku sekolah dasar. Ketika berusia delapan tahun, Acha belajar berjualan dan menjajakan makanan yang dimasaknya sendiri, kepada lingkungan di seputaran lokasi tempat tinggalnya.

“Saat sekolah di SD, usia sekitar delapan tahun, Acha berjualan pisang goreng di depan rumah. Acha hobinya senang memasak. Ketika melihat ada buah pisang di rumah, Acha mempunyai ide untuk menggorengnya, lalu pisang goreng tersebut dijualnya di sekitar rumah. Sayang ujarnya apabila pisang itu tidak dimanfaatkan. Acha memasak pisang goreng dengan memakai kompor minyak, memasak kemudian menjualnya sendiri, tanpa minta bantuan siapapun,” katar Nurwati (50), ibunda Acha.

Nurwati mengakui, bahwa kreativitas, sifat keberanian, tampil percaya diri dan hidup mandiri Acha memang menonjol. Karakter ini tidak muncul dengan otomatis. Menurut penilaian Nurwati, kemandirian dan kepercayaan diri tercipta dalam diri Acha ini karena diperlakuan setara dan diberi kebebasan di lingkup keluarga.

“Acha adalah satu-satunya anak perempuan, dan mempunyai dua orang kakak laki-laki. Tatkala melihat kakaknya bebas bermain bola dan bermain sepeda, Achapun pun melakukan hal yang persis sama. Dan orang tus atau keluarga tidak membatasi. Walaupun begitu Acha juga senang membantu saya untuk memasak di dapur. Ia selalu bertanya segala hal tentang bumbu masakan. Dan bagaimana cara membuat makanan yang sedang diolahnya bersama saya. Dari pengalaman ini, Acha dapat belajar banyak hal,” ujar Nurwati, yang mengaku kemandirian pada diri anak perempuannya Acha sudah terlatih secara alami, tanpa konsep maupun tanpa teori.

Dari kisah melalui Acha, terbukti bahwa rasa ingin tahu anak, yang dikuatkan dengan dukungan keluarga, menghasilkan pribadi mandiri yang kreatif. Pengalaman masa kecil perempuan belia inilah yang kemudian membentuk pribadi mandiri.
Acha dikenal sebagai pribadi yang aktif dan mandiri. Setidaknya, karakter ini bisa menjadi modal dasar semangat dan jiwa kewirausahaan yang bisa terus diasah dalam diri anak muda.

Sumber artikel : Kompas.com

Kenali risiko pengusaha dalam berbisnis

Risiko pengusaha dalam berbisnis
Risiko pengusaha dalam berbisnis

Kenali risiko pengusaha dalam berbisnis agar bisa fokus dan berkembang. Pengusaha atau wirausahawan identik dengan bagaimana cara mengelola risiko bisnis. Aneka kendala dan hambatan yang akan dialami dalam mengelola usaha bisnis.

Berikut adalah sharing pengalaman penulis ketika alih profesi menjadi wirausaha. Sebelum menjadi wirausaha, penulis telah menjalani profesi karyawan selama lebih dari dua puluh lima tahun.

Sharing penulis dimulai pada tahun 2002. Ketika itu penulis mengajukan resign atau mengundurkan diri dari status karyawan. Kemudian penulis nekad mengambil keputusan dan memilih menjadi wirausahawan. Keputusan yang dibuat tanpa ada persetujuan yang tulus dari isteri dan anak-anak. Persetujuan yang diperoleh dari isteri bersifat terpaksa, karena tidak mempunyai alternatif pilihan lain.

Dampak dari keputusan nekad tersebut telah membuat kehidupan ekonomi rumah tangga cukup karut marut. Sehingga dalam proses perjalanan bisnis menjadi seorang wirausahawan terasa berat. Perjuangan berat laksana menegakkan benang basah, nyaris mustahil.

Proses awal berbisnis menjadi wirausahawan ditandai dengan beberapa risiko bisnis yang dialami. Risiko bisnis berupa ujian cobaan hidup yang nyaris membuat putus asa. Tidak heran apabila penulis berniat ingin menjadi karyawan lagi. Ujian-ujian kehidupan dan menguji mental tersebut antara lain :

Risiko pengusaha berupa ujian mental.

Ujian pertama : bisnis yang sudah eksis dan dirancang sebagai media penghasilan rumah tangga pasca resign, justru ditutup alias bangkrut karena mis-management. Peristiwa penutupan usaha ini terjadi 8 bulan setelah resign dari karyawan. Dan sedihnya, pada saat terpuruk tersebut orang-orang terdekat yang saya cintai justru menyalahkan, mengapa saya alih profesi sebagai wirausaha di saat profesi sebagai karyawan sedang di puncak.

Ujian kedua : nyaris setiap hari konflik dengan istri dan anak-anak akibat life style yang saya putuskan down grade untuk kualitasnya, yakni agar keuangan rumah tangga dapat dikendalikan dan tidak mengganggu likuiditas bisnis yang tengah dirintis.

Ujian ketiga : merasakan sakitnya proses detoksifikasi psikis. Dari suasana comfort zone karyawan selama sekian tahun, berubah menuju wild jungle zone wirausaha. Gengsi dan seabreg simbol comfort zone dihajar habis dengan realitas dunia bisnis yang tak kenal ampun.

Ujian keempat : melawan diri sendiri yang ingin meraih kesuksesan secara instan, padahal bisnis masih pada tahap start up. Setiap hari merasa pusing dan mual, karena sudah bekerja pontang panting, namun nyaris tidak ada hasilnya. Dan rasanya bisnis jalan di tempat tidak ada kemajuan berarti. Penulis nyaris putus asa menghadapi ujian ini.
Pada fase ini, godaan untuk kembali menjadi karyawan dengan comfort zone-nya selalu menari-nari di depan mata.

Last but not least, penulis tidak menyesal dan malah bangga telah menjadi pengusaha. Penulis berhasil mengajari isteri dan anak-anak tentang spirit wirausaha, yakni : tanggung jawab, integritas, komitmen, serta mandiri. Bahkan anak sulung sudah mempunyai bisnisnya sendiri, yaitu toko baju anak Stok Jogja. Anda bisa melihat koleksi baju anak Stok Jogja di Instagram dan Facebook.

Pindah kuadran dari karyawan jadi wirausahawan

Pindah kuadran.

Sharing pindah kuadran
Sharing pindah kuadran

Pindah kuadran dari karyawan menjadi wirausahawan. Semoga artikel ini menginspirasi anda yang ingin pindah kuadran.

Salah satu faktor penting dalam proses melakoni kehidupan adalah : waktu. Sesuatu yang tidak tergantikan. Apa yang terjadi saat ini merupakan hasil dari keputusan yang diambil waktu lalu. Hasilnya ada yang sesuai dengan yang diharapkan.

Ada juga yang meleset dari harapan, karena kurang tepat waktu dan tidak cermat ketika mengambil keputusan.

Penulis berusia 45 tahun ketika mengambil keputusan resign sebagai karyawan. Usia yang cukup tua untuk memulai profesi sebagai wirausaha. Perlu digaris bawahi, bahwa profesi wirausaha memerlukan kerja keras dan cerdas.

Hambatan yang mungkin timbul saat akan pindah kuadran.

Penulis terlambat minimal 5 tahun ketika mengambil keputusan penting tersebut. Terlambat karena takut mengambil risiko. Yaitu takut menjadi tidak aman dan nyaman.
Pada waktu itu ketakutan dikemas dengan dalih ingin mengumpulkan modal dahulu. Modal sebagai bekal mendirikan usaha. Pastinya agar aman dan nyaman dalam mengelola bisnis. Ketakutan sesungguhnya adalah, takut hidup susah lagi setelah sekian lama hidup dalam kemapanan (comfort zone) sebagai karyawan.

Adalah ketakutan yang berlebihan dan sebenarnya tidak perlu dikedepankan, seandainya penulis mampu untuk melihat sisi lain dari risiko bisnis. Yakni sisi kemungkinan menjadi sukses dan berkelimpahan sebagai wirausahawan. Sebagaimana pakem kehidupan yang berlaku, selalu ada dua sisi yang bertentangan. Dua sisi berbeda yang kendalinya justru berada di pikiran kita sendiri.

Poin penting sharing pindah kuadran adalah keberanian mengambil keputusan. Ketika merancang masa depan dan harus mengambil suatu keputusan penting, pikiran kita sering didominasi rasa takut gagal. Sehingga kita jarang yang mengoptimalkan emosi dan energi positif.

Memang, dampak pengambilan keputusan sering kali membuat frustasi, merasa terpuruk dan tidak nyaman di hati. Namun ketika terpuruk kemudian kita berhasil bangkit lagi dengan semangat baru, bersiaplah untuk menyambut impian yang mulai menjadi kenyataan.

Namun ada kabar baiknya, justru dengan kita berani dan bisa mengambil keputusan penting, maka meskipun dirasa terlambat, hal inilah yang bakal membuat kita cerdas dalam menjalani proses kehidupan di aneka bidang. Di situ ada faktor terpojok alias kepepet serta rasa tanggung jawab kepada semua stake holders (pemangku kepentingan) usaha bisnis akan menampilka karakter yang ulet, kuat dan tangguh, penuh kreativitas dan selalu inovatif.

Ketika sudah mengundurkan diri atau resign sebagai karyawan, berarti tanda dimulainya pendidikan “jalanan” yang riil. Yakni pendidikan nyata di universitas kehidupan. Pendidikan yang langsung praktek usaha bisnis, serta belajar mengelola risiko bisnis. Penulis menyadari, bahwa pendidikan dan prestasi akademis yang dimiliki kurang memadai. Untuk itu penulis mesti proaktif mengejar ketinggalan ilmu pengetahuan bisnis, menambah jam terbang dalam belajar. Dan pastinya bersedia serta rela menjalani proses membangun bisnis dengan konsisten berkelanjutan.

Penulis segera melahap buku-buku yang mengupas seluk beluk bisnis (marketing pemasaran, sistem dan management, keuangan dan cashflow, bidang SDM dan mengasah leadership). Tak ketinggalan belajar internet berikut teknologi informatika. Belajar dengan antusias perihal media sosial (Facebook, Instagram, Twitter). Penulis sepenuhnya sadar, bila ingin berkembang harus belajar banyak bidang dan belajar dengan cepat. Penulis menyadari, bahwa banyak aspek usaha bisnis yang tidak dipahami. Setelah belajar banyak, kemudian penulis menerapkan apa yang sudah dipelajari tersebut ke dalam usaha bisnis yang dikelola. Berita baiknya, pengalaman kerja penulis ketika berstatus sebagai karyawan sering menginspirasi saat berproses membangun bisnis. Penulis belajar menciptakan budaya perusahaan, membuat sistem management pelaporan, menetapkan standar pengelolaan SDM dan lain-lain.

Penulis bukanlah anak pengusaha. Profesi kedua orang tua adalah guru PNS. Sehingga penulis hanya mengandalkan proses belajar di universitas kehidupan riil. Dan menerapkannya ke dalam bisnis secara terus menerus. Proses belajar merupakan kebiasaan penting dalam mengelola bisnis. Oleh karena itu penulis akan selalu konsisten belajar di sekolah wirausaha, di sepanjang sisa hidup penulis.

Di saat jenuh ataupun ketika mulai merasakan kenyamanan sebagai wirausahawan, penulis hanya rehat sejenak untuk masuk pit stop (baca: piknik). Kemudian masuk lintasan jalur cepat lagi. Mulai proses belajar lagi dengan menerapkan strategi baru. Dan mengembangkan bisnis dengan strategi yang didapat selama pit stop.

Benang merah menjadi wirausahawan adalah : tidak ada hari kelulusan ataupun wisuda di sekolah wirausaha.

Membangun usaha sendiri dengan cermat

Impian membangun usaha sendiri dengan cermat sudah menjadi salah satu trend pilihan masyarakat saat ini, karena :
“Semakmur-makmurnya karyawan, pasti lebih makmur sang juragan”
Pameo yang sering digumamkan masyarakat dan terdengar gurih di telinga, sehingga banyak orang ingin menjadi juragan alias pengusaha.

Membangun usaha sendiri
Membangun usaha sendiri

Beberapa alasan ingin membangun usaha sendiri.

Selama ini banyak celetukan keinginan orang untuk membangun bisnis sendiri, tentunya dengan beragam alasan, yang mayoritas dilandasi faktor ekonomi yang lebih baik.

Beberapa orang mempunyai alasan sudah bosan dan merasa jenuh menjalani profesi karyawan. Beberapa orang mempunyai keinginan untuk memiliki sumber penghasilan tambahan, sebagai penopang ekonomi rumah tangga. Sebagian orang yang sudah pensiun menginginkan kegiatan positif yang produktif, sebagai pengisi masa pensiun. Bagi kawula muda yang sudah lulus kuliah ingin menciptakan lapangan kerja, yaitu sebagai solusi mengatasi banyaknya penggangguran di negara republik ini.

BPS merilis data informasi berupa jumlah angka pengangguran semakin meningkat setiap tahunnya. Bahkan media masa dan media elektronik memuat dan menyiarkan berita tentang tarik ulur perbedaan besaran UMR (Upah Minimum Regional). Berita besaran UMR tersebut selalu menjadi topik panas Nasional setiap masa tertentu. Fenomena masyarakat yang ingin mendirikan usaha bisnis seperti tersebut di atas, patut disambut dengan gembira. Masyarakat sudah semakin mandiri dan tidak lagi tergantung pada bantuan Pemerinta. Hal ini pantas diapresiasi yakni sebagai wujud solusi problem pengangguran yang menghantui masyarakat.

Tinggalkan kebiasaan mengeluh karena tidak ada atau susahnya mendapatkan lowongan pekerjaan. Tinggalkan juga sikap cemberut karena memelototi slip gaji yang diterima setiap bulannya. Cemberut karena meratapi slip gaji yang banyak aneka potongan ini itu. Tinggalkan rasa bingung dan panik ketika menerima kenyataan sudah memasuki masa pensiun. Lanjutakan niat dan keinginan untuk membangun usaha bisnis sendiri. Hal ini jelas merupakan sebuah niat mulia, serta itikad produktif yang layak didukung.

Berikut check list sebelum anda ingin mendirikan usaha bisnis. Perhatikan dengan seksama hal-hal yang berkaitan dengan pernak pernik orang yang ingin menggeluti usaha bisnis dan mempunyai perusahaan sendiri. Berikut check list yang perlu dicermati, yaitu:

  • Mencari inspirasi untuk ide jenis bisnis yang akan dikelola
  • Lakukan survey untuk mengukur potensi pasar, analisis peluang usaha yang akan dikembangkan
  • Pelajari dan pahami dasar-dasar Teknologi Informasi dan pelajari seluk beluk Digital Marketing (Facebook Ads, Google Ads, Instagram)
  • Siapkan perhitungan modal kerja yang dibutuhkan. Dana modal kerja yang diperlukan dari tahap survey, fase merintis usaha bisnis, hingga sampai pada fase pengembangan usaha bisnis yang berkelanjutan
  • Apabila diperlukan, silakan memilih lokasi usaha yang cukup strategis, Toko atau kantor yang akan dipakai untuk berbisnis
  • Pelajari cara berkomunikasi dan cara merawat Konsumen atau Pelanggan
  • Belajar bagaimana cara merekrut Karyawan dan cara membuat sistem agar tercipta kerja sama tim di perusahaan anda
  • Siapkan dan susun sistem management untuk administrasi pembukuan sederhana (Akuntansi). Sistem yang simple, efektif dan informatif
  • Lakukan evaluasi atas kinerja usaha bisnis yang digeluti secara periodik dan konsisten
  • Lengkapi usaha bisnis anda dengan legailtas dan perijinan yang ditentukan oleh Pemerintah, Siapkan pula administrasi perpajakan dengan tertib

Menjalani profesi Pengusaha mesti terampil dan memahami banyak aspek kewirausahaan. Sesungguhnya wirausahawan merupakan pembelajar sejati, yang harus belajar dan memahami seabreg aspek yang mesti disiapkan dan dipahami. Segenap aspek tersebut mesti dijalanka, masing-masing sesuai dengan pakem bisnisnya tersebut.

Semoga anda menjadi bersemangat dalam mewujudkan cita-cita membangun usaha sendiri, serta membuka lapangan kerja untuk diri sendiri dan orang lain.

WARNING: “Dalam membangun usaha bisnis sendiri tidak segampang seperti membalik telapak tangan. Anda diwajibkan teliti dalam menyiapkan diri menjadi seorang wirausahawan. Namun anda tidak perlu takut untuk memulainya