Simak perbedaan karakter pengusaha dan karyawan

Karakter pengusaha dan karyawan
Karakter pengusaha dan karyawan

Ada perbedaan signifikan antara karakter pengusaha dan karyawan. Perbedaan karakter yang perlu dikenali bagi para karyawan yang ingin menjadi wirausahawan.

Beberapa tahun terakhir ini muncul fenomena menarik di masyarakat, yaitu karyawan yang berkeinginan menjadi pengusaha. Ada aneka penyebab kenapa mereka pada ingin alih profesi dari karyawan menjadi wirausahawan. Semua alasan tersebut oke dan sah saja. Tentunya semua dilandasi dengan suatu alasan kuat. Alasan tersebut bertujuan agar kelak kehidupan mereka lebih sejahtera dan bahagia.

Sebelum alih profesi menjadi wirausahawan, penulis juga pernah berkarya sebagai karyawan selama puluhan tahun. Salah satu proses hidup penting dan mesti dilakoni adalah wajib membangun karakter. Ketika penulis pindah profesi menjadi wirausaha, awalnya adalah membangun pondasi dasar karakter pengusaha dengan benar. Pada saat yang sama, penuis mengasah mindset (cara berpikir) sebagai wirausaha.yang mengusung kebebasan jiwa, bertindak selalu kreatif dan inovatif. Dan di saat yang sama, penulis mesti melepas karakter dan mindset cara berpikir sebagai karyawan yang selalu mendambakan rasa aman dan nyaman.

Inilah perbedaan mendasar karakter pengusaha dan karyawan.

Berikut adalah tahapan sebelum anda mengambil keputusan untuk alih profesi. Sharing berikut sekaligus juga sebagai pegangan ketika menjalani masa transisi alih profesi. Silakan simak perbedaan utama karakter antara Pengusaha / Wirausahawan dan Karyawan di bawah ini :

Tujuan (motif) utama.
Karyawan cenderung memiliki dorongan untuk mendapatkan promosi karir, kekuasaan, prestise, dan penghargaan normatif lainnya.
Pengusaha terdorong untuk mendapatkan kemandirian (independensi, kebebasan), finansial, kreativitas, dan kesempatan untuk menciptakan sesuatu (inovasi) yang bermanfaat bagi masyarakat.

Menyikapi risiko.
Karyawan pada dasarnya terlalu hati-hati dan lambat dalam mengambil keputusan. Mereka selalu berusaha dan menghindari jangan sampai membuat kesalahan. Mereka tidak siap untuk menghadapi peristiwa atau hal-hal di,luar kebiasaannya.
Wirausahawan adalah individu yang selalu siap mengelola dan bertemu risiko bisnis. Pengusaha tidak takut menghadapi kegagalan ataupun melakukan kesalahan. Justru dengan kegagalan dan kesalahan tersebut, sosok wirausaha tersebut akan semakin ulet, cerdas, serta kreatif dalam mencari solusi problem yang dihadapi.
Meskipun wirausahawan berani menanggung risiko, namun wirausahawan bukan seorang pemain judi (orang yang hanya mengandalkan nyali dan keberuntungan saja).
Sikap berani mengambil risiko yang dimiliki seorang wirausaha adalah kombinasi gabungan antara hasil evaluasi perhitungan, poin determinasi untuk bertindak melakukan aksi (eksekusi). Kombinasi inilah yang disebut risiko bisnis yang secara kuantitatif terukur (calculated risk taking).

Orientasi pikiran.
Karyawan cenderung berpikir untuk jangka pendek, misalnya harus mencapai target penjualan atau budget anggaran bulanan.
Wirausahawan berorientasi jauh ke masa depan (visioner). Mereka selalu berpikir dan menyiapkan strategi pertumbuhan usaha bisnisnya. Strategi pertumbuhan bisnis untuk jangka waktu lima, sepuluh atau dua puluh tahun yang akan datang.
Dampak implikasi dari cara berpikir jangka panjang ini, dapat dipastikan jiwa seorang wirausahawan yang tangguh juga terlatih untuk memupuk kesabaran dan keuletan di dalam pribadi dirinya. Mereka sabar dan ulet untuk menggapai cita-cita impiannya, dengan melalui proses bisnis berkelanjutan, tahap demi tahap pertumbuhan bisnisnya.

Wirausahawan jelas bukan seorang tukang mimpi, yang berharap agar keesokan paginya setelah bangun tidur, mendadak langsung menjadi wirausahawan sukses sekelas konglomerat. Wirausaha sejati sangat meyakini, bahwa kesuksesan usaha bisnis merupakan proses panjang berkelanjutan, bukan sesuatu yang terjadi dengan instan. Inilah poin penting karakter pengusaha yang mesti diperhatikan.
Pada akhirnya, mengelola usaha bisnis adalah mencerminkan karakter pengusaha yang selalu bersabar, serta berani memulai usaha bisnis dari skala kecil.

Mencermati pelatihan SDM yang efektif

Pelatihan SDM yang efektif
Pelatihan SDM yang efektif

Pelatihan SDM yang efektif mutlak diperlukan apabila perusahaan ingin sukses berkembang. Saat ini peran SDM (Sumber Daya Manusia) sebagai intangible assets sangat strategis, terlebih di tengah sengitnya kompetisi bisnis sejenis.

Problem klasik SDM adalah rasa bosan menhadapi pekerjaan yang rutin itu itu saja. Mereka mengharapkan adanya perubahan, yakni berubah menjadi lebih baik. Sulit mengharapkan mereka untuk berubah secara otomatis, kecuali apabila mereka ada dorongan motivasi internal yang kuat.

Sementara itu, motivasi eksternal yang diberikan oleh para motivator terkenal, seringkali tertinggal di tempat seminar diselenggarakan. Seiring dengan meredupnya musik dan yel yel yang tadinya begitu gegap gempita diteriakkan.

Individu SDM perlu diiming-imingi untuk berubah dengan melihat ‘gambar besar’ (big picture) dari perubahan itu di masa mendatang. Juga perlu dipaparkan apa dampaknya di masa mendatang apabila mereka tetap tidak berubah.

Setiap individu SDM perlu diajak dan diundang ke dalam proses perubahan. Karena perubahan merupakan suatu proses langkah demi langkah, tidak bisa instan.

Hal yang perlu diingat adalah, bahwa perubahan perlu dikawal, baik melalui coaching maupun mentoring. Tidak ada ketrampilan, terutama soft skills, yang langsung berhasil dalam satu pertemuan. Perubahan tidak bisa berlangsung hanya dalam semalam. Perubahan merupakan proses kehidupan yang panjang. Pemimpin perusahaan perlu melatih (coaching), membimbing serta menjaga agar tidak keluar dari jalur yang sudah ditetapkan.

Pelatihan SDM yang menarik dan efektif.

Metode pelatihan SDM yang bersifat menggurui dan menganggap peserta tidak tahu apa-apa sudah ditinggalkan. Saat ini pelatihan dikemas sedemikian menarik bagi peserta. Bahkan kalau perlu menghipnotis agar menarik minat dan atensi peserta sepanjang pelatihan. Namun mengapa pelatihan yang heboh tersebut sering tidak menunjukkan perubahan yang signifikan ?

Pelatihan SDM menggunakan bahasa peserta.

Peserta pelatihan adalah orang dewasa yang perlu tahu mengapa ia harus berubah, serta perlu tertarik untuk berubah. Oleh karena itu pelatihan harus menggunakan bahasa peserta. Pelatihan membahas tuntas kasus-kasus yang dialaminya dalam kehidupan nyata.

Pemimpin perlu memberi contoh tindakan nyata yang solutif dalam tindakan sehari-hari. Pemimpin harus mampu dan memiliki kapabilitas untuk berubah. Setiap individu harus memiliki motivasi untuk menggerakkan internal dirinya menjalankan perubahan. Serta lingkungan kerja, sistem dan prosedur yang tepat untuk mendukungnya.
Pada akhirnya, pemimpin perusahaan yang sangat berperan untuk mengawal perubahan setiap individu SDM.

Sumber inspirasi : Harian Kompas

Kenali risiko pengusaha dalam berbisnis

Risiko pengusaha dalam berbisnis
Risiko pengusaha dalam berbisnis

Kenali risiko pengusaha dalam berbisnis agar bisa fokus dan berkembang. Pengusaha atau wirausahawan identik dengan bagaimana cara mengelola risiko bisnis. Aneka kendala dan hambatan yang akan dialami dalam mengelola usaha bisnis.

Berikut adalah sharing pengalaman penulis ketika alih profesi menjadi wirausaha. Sebelum menjadi wirausaha, penulis telah menjalani profesi karyawan selama lebih dari dua puluh lima tahun.

Sharing penulis dimulai pada tahun 2002. Ketika itu penulis mengajukan resign atau mengundurkan diri dari status karyawan. Kemudian penulis nekad mengambil keputusan dan memilih menjadi wirausahawan. Keputusan yang dibuat tanpa ada persetujuan yang tulus dari isteri dan anak-anak. Persetujuan yang diperoleh dari isteri bersifat terpaksa, karena tidak mempunyai alternatif pilihan lain.

Dampak dari keputusan nekad tersebut telah membuat kehidupan ekonomi rumah tangga cukup karut marut. Sehingga dalam proses perjalanan bisnis menjadi seorang wirausahawan terasa berat. Perjuangan berat laksana menegakkan benang basah, nyaris mustahil.

Proses awal berbisnis menjadi wirausahawan ditandai dengan beberapa risiko bisnis yang dialami. Risiko bisnis berupa ujian cobaan hidup yang nyaris membuat putus asa. Tidak heran apabila penulis berniat ingin menjadi karyawan lagi. Ujian-ujian kehidupan dan menguji mental tersebut antara lain :

Risiko pengusaha berupa ujian mental.

Ujian pertama : bisnis yang sudah eksis dan dirancang sebagai media penghasilan rumah tangga pasca resign, justru ditutup alias bangkrut karena mis-management. Peristiwa penutupan usaha ini terjadi 8 bulan setelah resign dari karyawan. Dan sedihnya, pada saat terpuruk tersebut orang-orang terdekat yang saya cintai justru menyalahkan, mengapa saya alih profesi sebagai wirausaha di saat profesi sebagai karyawan sedang di puncak.

Ujian kedua : nyaris setiap hari konflik dengan istri dan anak-anak akibat life style yang saya putuskan down grade untuk kualitasnya, yakni agar keuangan rumah tangga dapat dikendalikan dan tidak mengganggu likuiditas bisnis yang tengah dirintis.

Ujian ketiga : merasakan sakitnya proses detoksifikasi psikis. Dari suasana comfort zone karyawan selama sekian tahun, berubah menuju wild jungle zone wirausaha. Gengsi dan seabreg simbol comfort zone dihajar habis dengan realitas dunia bisnis yang tak kenal ampun.

Ujian keempat : melawan diri sendiri yang ingin meraih kesuksesan secara instan, padahal bisnis masih pada tahap start up. Setiap hari merasa pusing dan mual, karena sudah bekerja pontang panting, namun nyaris tidak ada hasilnya. Dan rasanya bisnis jalan di tempat tidak ada kemajuan berarti. Penulis nyaris putus asa menghadapi ujian ini.
Pada fase ini, godaan untuk kembali menjadi karyawan dengan comfort zone-nya selalu menari-nari di depan mata.

Last but not least, penulis tidak menyesal dan malah bangga telah menjadi pengusaha. Penulis berhasil mengajari isteri dan anak-anak tentang spirit wirausaha, yakni : tanggung jawab, integritas, komitmen, serta mandiri. Bahkan anak sulung sudah mempunyai bisnisnya sendiri, yaitu toko baju anak Stok Jogja. Anda bisa melihat koleksi baju anak Stok Jogja di Instagram dan Facebook.

Pindah kuadran dari karyawan jadi wirausahawan

Pindah kuadran.

Sharing pindah kuadran
Sharing pindah kuadran

Pindah kuadran dari karyawan menjadi wirausahawan. Semoga artikel ini menginspirasi anda yang ingin pindah kuadran.

Salah satu faktor penting dalam proses melakoni kehidupan adalah : waktu. Sesuatu yang tidak tergantikan. Apa yang terjadi saat ini merupakan hasil dari keputusan yang diambil waktu lalu. Hasilnya ada yang sesuai dengan yang diharapkan.

Ada juga yang meleset dari harapan, karena kurang tepat waktu dan tidak cermat ketika mengambil keputusan.

Penulis berusia 45 tahun ketika mengambil keputusan resign sebagai karyawan. Usia yang cukup tua untuk memulai profesi sebagai wirausaha. Perlu digaris bawahi, bahwa profesi wirausaha memerlukan kerja keras dan cerdas.

Hambatan yang mungkin timbul saat akan pindah kuadran.

Penulis terlambat minimal 5 tahun ketika mengambil keputusan penting tersebut. Terlambat karena takut mengambil risiko. Yaitu takut menjadi tidak aman dan nyaman.
Pada waktu itu ketakutan dikemas dengan dalih ingin mengumpulkan modal dahulu. Modal sebagai bekal mendirikan usaha. Pastinya agar aman dan nyaman dalam mengelola bisnis. Ketakutan sesungguhnya adalah, takut hidup susah lagi setelah sekian lama hidup dalam kemapanan (comfort zone) sebagai karyawan.

Adalah ketakutan yang berlebihan dan sebenarnya tidak perlu dikedepankan, seandainya penulis mampu untuk melihat sisi lain dari risiko bisnis. Yakni sisi kemungkinan menjadi sukses dan berkelimpahan sebagai wirausahawan. Sebagaimana pakem kehidupan yang berlaku, selalu ada dua sisi yang bertentangan. Dua sisi berbeda yang kendalinya justru berada di pikiran kita sendiri.

Poin penting sharing pindah kuadran adalah keberanian mengambil keputusan. Ketika merancang masa depan dan harus mengambil suatu keputusan penting, pikiran kita sering didominasi rasa takut gagal. Sehingga kita jarang yang mengoptimalkan emosi dan energi positif.

Memang, dampak pengambilan keputusan sering kali membuat frustasi, merasa terpuruk dan tidak nyaman di hati. Namun ketika terpuruk kemudian kita berhasil bangkit lagi dengan semangat baru, bersiaplah untuk menyambut impian yang mulai menjadi kenyataan.

Namun ada kabar baiknya, justru dengan kita berani dan bisa mengambil keputusan penting, maka meskipun dirasa terlambat, hal inilah yang bakal membuat kita cerdas dalam menjalani proses kehidupan di aneka bidang. Di situ ada faktor terpojok alias kepepet serta rasa tanggung jawab kepada semua stake holders (pemangku kepentingan) usaha bisnis akan menampilka karakter yang ulet, kuat dan tangguh, penuh kreativitas dan selalu inovatif.

Ketika sudah mengundurkan diri atau resign sebagai karyawan, berarti tanda dimulainya pendidikan “jalanan” yang riil. Yakni pendidikan nyata di universitas kehidupan. Pendidikan yang langsung praktek usaha bisnis, serta belajar mengelola risiko bisnis. Penulis menyadari, bahwa pendidikan dan prestasi akademis yang dimiliki kurang memadai. Untuk itu penulis mesti proaktif mengejar ketinggalan ilmu pengetahuan bisnis, menambah jam terbang dalam belajar. Dan pastinya bersedia serta rela menjalani proses membangun bisnis dengan konsisten berkelanjutan.

Penulis segera melahap buku-buku yang mengupas seluk beluk bisnis (marketing pemasaran, sistem dan management, keuangan dan cashflow, bidang SDM dan mengasah leadership). Tak ketinggalan belajar internet berikut teknologi informatika. Belajar dengan antusias perihal media sosial (Facebook, Instagram, Twitter). Penulis sepenuhnya sadar, bila ingin berkembang harus belajar banyak bidang dan belajar dengan cepat. Penulis menyadari, bahwa banyak aspek usaha bisnis yang tidak dipahami. Setelah belajar banyak, kemudian penulis menerapkan apa yang sudah dipelajari tersebut ke dalam usaha bisnis yang dikelola. Berita baiknya, pengalaman kerja penulis ketika berstatus sebagai karyawan sering menginspirasi saat berproses membangun bisnis. Penulis belajar menciptakan budaya perusahaan, membuat sistem management pelaporan, menetapkan standar pengelolaan SDM dan lain-lain.

Penulis bukanlah anak pengusaha. Profesi kedua orang tua adalah guru PNS. Sehingga penulis hanya mengandalkan proses belajar di universitas kehidupan riil. Dan menerapkannya ke dalam bisnis secara terus menerus. Proses belajar merupakan kebiasaan penting dalam mengelola bisnis. Oleh karena itu penulis akan selalu konsisten belajar di sekolah wirausaha, di sepanjang sisa hidup penulis.

Di saat jenuh ataupun ketika mulai merasakan kenyamanan sebagai wirausahawan, penulis hanya rehat sejenak untuk masuk pit stop (baca: piknik). Kemudian masuk lintasan jalur cepat lagi. Mulai proses belajar lagi dengan menerapkan strategi baru. Dan mengembangkan bisnis dengan strategi yang didapat selama pit stop.

Benang merah menjadi wirausahawan adalah : tidak ada hari kelulusan ataupun wisuda di sekolah wirausaha.